Tak ada orang Indonesia
yang tak kenal dengan India. Terutama karena film-filmnya yang selalu bikin baper orang-orang yang menontonnya.
Bukan hanya kaum muda bahkan kaum tua pun masih doyan dengan film India. Tidak hanya di desa tetapi di kota pun
sama. Hal itu dikarenakan alur cerita yang ciamik
serta jejeran aktor dan aktrisnya yang rupawan. Wajar saja karena memang
perfilman India merupakan produsen film terbesar di dunia yang didistribusikan
dan diputar di 90 negara.
Sebelum lebih jauh
bicara film India, sebetulnya film itu apa sih? Kenapa kita mesti peduli.
Film adalah rangkaian gambar bergerak yang memberikan informasi dalam waktu tertentu (Irwansyah, Seandainya Saya Kritikus Film, 2009). Film saat ini sudah menjadi media informasi yang efektif selain media untuk berekspresi dan pengembangan seni, pendidikan, budaya, hiburan serta sebagai komoditas ekonomi. Tentu saja hal itu (bisnis film) sangat menjanjikan jika pihak yang berkepentingan – dalam hal ini pemilik modal/produser – pandai dan pintar dalam memilih dan memilah ide cerita yang akan diangkat, pengarah cerita (sutradara), para pelakon, serta para pendukung lainnya.
Film adalah rangkaian gambar bergerak yang memberikan informasi dalam waktu tertentu (Irwansyah, Seandainya Saya Kritikus Film, 2009). Film saat ini sudah menjadi media informasi yang efektif selain media untuk berekspresi dan pengembangan seni, pendidikan, budaya, hiburan serta sebagai komoditas ekonomi. Tentu saja hal itu (bisnis film) sangat menjanjikan jika pihak yang berkepentingan – dalam hal ini pemilik modal/produser – pandai dan pintar dalam memilih dan memilah ide cerita yang akan diangkat, pengarah cerita (sutradara), para pelakon, serta para pendukung lainnya.
Kembali lagi ke film India,
yang mana apa yang kita bahas diatas sebelumnya telah dijalankan oleh mereka (Industri
perfilman India) dengan sangat maksimal yaitu seni, budaya, pendidikan, hiburan
serta ekonomi. Beberapa film India bahkan melakukan syuting di luar negeri
khususnya Eropa dan Amerika untuk menunjang cerita film dengan
pemandangan-pemandangan indah nan menawan yang secara tidak langsung juga telah
ikut mempromosikan tempat-tempat tersebut kepada dunia. Bahkan pemerintah dari
tempat yang dikunjungi oleh insan film India akan merasa bangga jika negara
atau daerahnya menjadi lokasi syuting dan segera memberikan pelayanan
terbaiknya karena daerahnya akan dikenal luas oleh dunia.
Jika kita telisik lebih
jauh lagi kenapa perfilman India bisa sangat produktif dalam menghasilkan film
ternyata setiap daerah di India punya pusat industri film sendiri. Misalnya
saja film berbahasa Hindi berpusat di Mumbai terkenal dengan nama tidak
resminya yaitu Bollywood, gabungan antara Bombay (nama lama Mumbai) dan
Hollywood. Kadang-kadang istilah Bollywood ini sering salah merujuk untuk
seluruh film India. Padahal Bollywood hanya film yang berbahasa Hindi.
Sedangkan film
berbahasa Tamil berpusat di Kodambakkam di kawasan Chennai disebut dengan Kollywood.
Film berbahasa Telugu berpusat di Hyderabad yang disebut dengan Tollywood. Film
berbahasa Malayam berpusat di Kerala disebut dengan Mollywood. Film berbahasa
Kannada yang berbasis di Bengaluru ini dijuluki dengan Sandalwood. Agak lucu
mungkin di telinga orang Indonesia tapi begitulah adanya. Selanjutnya film
berbahasa Bengali yang berada di kawasan Bengal Barat disebut dengan istilah
Tollygunge.
Film berbahasa Marathi
yang berpusat di Maharashtra ini merupakan salah satu pusat produksi film
tertua di India karena film bisu pertama tentang Raja Harishchandra pada tahun
1913 berbahasa Marathi. Film berbahasa Bhojpuri yang diproduksi di kawasan
Bihar Barat dan Timur Uttar Pradesh banyak beredar di kawasan Delhi dan Mumbai.
Film berbahasa Punjabi berawal dari Calcutta, India yang kini lebih dikenal
dengan nama Kolkata. Namun sekarang industrinya sudah berpusat di Lahore, yang
menjadi pusat kawasan Punjab. Mulai tahun 2000-an, film Punjabi sudah berani
memasang budget yang lebih tinggi dan beranjak bersaing dengan film Bollywood.
Bahkan, mereka sudah berhasil membuat film 3D, yaitu Pehchaan 3D yang dirilis
pada tahun 2013. Selanjutnya Tellywood yaitu dunia pertelevisian yang juga tak
kalah besarnya dengan perfilman daerah yang disebutkan sebelumnya sehingga
tiap-tiap industri punya kastanya masing-masing. Dan tentu saja kasta tertinggi
adalah Bollywood. Karena tak sembarang orang bisa masuk ke Bollywood.
Bahkan jika sudah masuk
ke Bollywood tapi memiliki film yang buruk maka lambat laun akan tersingkir
dengan sendirinya oleh persaingan yang sangat ketat. Tidak jarang kita jumpai
artis-artis papan atas di industri bollywood yang berselisih hanya gara-gara
film mereka dirilis pada tanggal yang sama. Sisi positifnya tentu saja dengan
hadirnya film-film yang beragam dari segi cerita dan penggambarannya
(sinematografi) karena setiap orang ingin membuat film yang beda dari lain sehingga
pada akhirnya memperkaya khazanah perfilman itu sendiri.
Film India punya ciri
khas yang masih dipertahankan sampai sekarang yaitu nyanyian dan tarian yang
ada di hampir semua film (film musikal). Keduanya (nyanyian dan tarian)
mempunyai andil besar dalam menambah durasi film menjadi lebih panjang. Karena
memang rata-rata durasi film India berkisar 2,5 – 3 jam. Dengan durasi selama
itu tentu sang pembuat film harus jeli mengatur segala sesuatunya baik alur
cerita, sinematografi, bahkan tata suara agar semenarik mungkin untuk
menghilangkan kebosanan para penonton. Dan memang untuk alur cerita, India memang
jagonya. Sebagai contoh, cerita film yang sudah berbelit-belit pun masih bisa
berakhir hanya pada satu tokoh. Sehingga penonton tidak mudah menebak jalan
ceritanya.
Dan
dengan adanya nyanyian/lagu di film tentu saja ikut mengangkat industri lainnya
yaitu industri musik. Musik tak tak bisa dipisahkan dari India karena terkait
dengan adat-istiadat, budaya, agama bahkan pendidikan. Banyak orang yang terjun
ke dunia musik dan mendalaminya hingga dalam beberapa tahun ini telah lahir musisi-musisi
baru yang berbakat. Para musisi inilah yang membuat musik pada sebuah lagu yang terkadang
juga merangkap membuat musik latar pada film. Untuk kualitas jangan ditanya,
seorang musisi di industri musik India harus menguasai berbagai aliran musik,
mulai dari tradisional, qawali, modern, pop, rock dll. Hal itu disebabkan
karena sebuah film memiliki ciri dan keunikan tersendiri sehingga musik yang
digarap pun harus disesuaikan.
Yang
tak boleh ketinggalan adalah para penyanyi yang mengisi soundtrack sebuah film. Karena dengan dukungan mereka inilah para
aktor yang berperan di film tersebut ikut melambung namanya atau juga
sebaliknya. Para playback singer ini
juga memiliki peranan penting untuk memainkan emosi penonton dengan lagu-lagu
yang mereka bawakan. Karena saat ini selain aktor/aktris yang bermain di film, soundtrack atau lagu-lagu yang ada di
dalam film merupakan alat promosi yang jitu untuk menarik penonton untuk datang
ke bioskop. Bahkan penyanyi latar ini mempunyai nominasi sendiri di sebuah
ajang penghargaan film.
Yang
terakhir adalah tarian, biasanya dibawakan secara massal dalam sebuah lagu di
film India. Hal ini juga membawa dampak positif dengan lahirnya
koreografer-koreografer baru dengan ciri khasnya masing-masing. Tarian ini yang
biasanya ditiru para penonton dari sebuah lagu. Apalagi tarian juga merupakan
tradisi yang sudah melekat bagi warga India seperti mata uang yang tak bisa
dipisahkan.
Film
Indonesia dekade 70-an sampai 80-an juga sebenarnya sudah mempraktekkan film
musikal ini. Bisa kita lihat film-film yang dibintangi Benyamin S., Warkop DKI
(Dono Kasino Indro) dan Rhoma Irama yang selalu ada nyanyian di filmnya.
Bedanya dengan film India adalah, lagu-lagu di film Indonesia dinyanyikan
langsung oleh aktornya sedangkan di film India dibawakan oleh playback singer (penyanyi dibelakang
layar).
Jika
saat ini perfilman Indonesia ingin meniru atau bahkan menghidupkan kembali film
musikal sah-sah saja. Dengan adanya film musikal tentu akan melahirkan musisi-musisi
baru yang terasah dan terampil. Walaupun saat ini sebenarnya film Indonesia
sudah memakai soundtrack (lagu),
namun hanya beberapa lagu bahkan ada yang cuma 1 lagu. Itupun sifatnya hanya
sebagai backsound saja bukan film
musikal. Perbedaan mendasar dengan film India mungkin karena nyanyian dan
tarian merupakan hal yang sudah terikat dengan agama dan budaya masyarakatnya
sehingga ketika dimasukkan ke dalam film menjadi hal yang biasa. Sedangkan kita
di Indonesia tidak begitu.
Selanjutnya
adalah tarian. Nah, untuk yang ini Indonesia punya banyak. Satu provinsi saja
seperti Sumatera Utara ada sekitar 8 suku yang tiap sukunya punya tarian
daerah. Dan tiap suku itu setidaknya punya 5 tarian daerah. Jika memang kita
ingin mencontoh India maka kebudayaan daerah ini bisa dieksplorasi dengan
maksimal. Bukan hanya tarian tetapi juga lokasi objek wisata di suatu daerah
atau bahkan lokasi yang masih “perawan”, belum banyak dikunjungi turis. Tentu
saja hal ini masih mempunyai peluang yang begitu besar untuk dieksplorasi lebih
jauh mengingat masih sedikitnya movie
maker yang turun ke daerah-daerah.
Walaupun
saat ini sudah ada beberapa perusahaan film di daerah yang dibentuk dibantu
dengan sineas dari Jakarta untuk membuat film yang hampir 100 persen
pengambilan gambarnya dilakukan di daerah. Dengan suasasana yang kental dengan
daerah tersebut, namun tetap saja film-film seperti ini masih bisa dihitung
dengan jari. Soal ide cerita, cerita rakyat daerah saja belum habis untuk
diangkat ke film, belum lagi kisah-kisah pilu atau bahkan cerita politik yang
tentu saja sangat menarik untuk dikupas dari sudut berbeda.
Pada
akhirnya inti dari semuanya kembali ke masalah ekonomi yang kita bahas
sebelumnya. Dengan banyaknya orang yang berkecimpung di dunia perfilman, tari
daerah atau bahkan industri musik tentu akan menciptakan lapangan kerja baru
yang tidak sedikit. Disamping untuk melestarikan kebudayaan daerah yang saat
ini menunggu untuk punah jika tidak kita lestarikan.
Jika
menengok ke India yang tiap daerahnya punya industri film sendiri bukan tidak
mungkin Indonesia juga punya pusat perfilman daerah seperti dulu. Jika hal itu
terwujud akan ada perfilman Aceh, Medan, Padang, Riau, Palembang, Bandung,
Bali, Makassar, Papua dan lain-lain. Setiap daerah berlomba-lomba menghasilkan
film-film terbaik yang akan diapresiasi secara nasional. Bisa saja Indonesia
menjadi produsen terbesar kedua di dunia yang saat ini dipegang oleh Norwegia.
Tentu bukan hal yang mustahil, bukan? Butuh proses, pasti. Ayo! Mulai dari
sekarang.
0 comments:
Post a Comment